Rabu, 11 April 2012

Konservatisme Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Meskipun paparan ini terbatas hanya beberapa pada aliran penting, namun diharapkan tidak akan mengurangi maksud dan tujuannya sebagai pembekalan wawasan historis terhadap setiap calon tenaga pendidikan.
 
B. Rumusan Masalah
                  Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan selajutnya dalam perumusan ini dapat ditarik sebuah asumsi “ Apakah aliran-aliran filsafat pendidikan (Konservatisme dan Liberalisme) sudah terlaksana dengan baik? “

C. Tujuan
            Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan mempelajari yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui ” Bagaimana cara menerapkan aliran-aliran filsafat pendidikan (Konservatisme dan Liberalisme) ? ”









KONSERVATISME PENDIDIKAN
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua atau dan mapan), didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif. Sejalan dengan itu, di tingkat politis, orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan para tokoh seperti Edmund Burke, James Madison, dan para penulis The Federalis Paper.
Dalam dunia pendidikan seorang konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan. Ada dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan. Yang pertama adalah konservatisme pendidikan religius, yang memnekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Yang kedua adalah konservatisme pendidikan sekular, yang memusatkan perhatiannya pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial serta efektivitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang bersifat lebih Al-kitabiah dan Evangelis (mendakwahkan agama) yang secara teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibandingkan dengan berbagai aliran utama.
Ideologi mendasar konservatisme pendidikan adalah (dengan tanpa membedakan antara konservatisme sekular dan teologis)
Ø  Tujuan Pendidikan Secara Keseluruhan
Tujuan utama pendidikan adalah untuk melestarikan dan menyalurkan pola-pola perilaku sosial konvensional.
Ø  Sasaran-sasaran Sekolah
Sekolah diadakan karena dua alasan:
1)      Untuk mendorong tentang pemahaman dan penghargaan terhadap lembaga-lembaga, tradisi-tradisi, proses-proses budaya yang telah teruji oleh waktu, termasuk rasa hormat yang mendalam terhadap hukum dan tatanan.
2)      Untuk menyalur dan menanamkan informasi serta keperluan informasi yang diperlukan supaya berhasil di dalam tatanan sosial yang ada.
Ø  Ciri-ciri umum Konservatisme Pendidikan
1)      Menganggap bahawa nilai dasar pengetahuan ada pada kegunaan sosialnya, bahwa pengetahuan adalah sebuah cara untuk mengajukan nila-nilai sosial yang mapan
2)      Menekankan peran manusia sebagai warganegara; manusia dalam perannya sebagai anggota sebuah negara yang mapan.
3)      Menekankan penyesuaian diri bernalar; menyandarkan diri pada jawaban-jawaban terbaik dari masa silam sebagai tuntunan yang paling bisa dipercaya untuk memandu tindakan di masa kini.
4)      Memandang pendidikan sebagai sebuah pembelajaran (sosialsasi) nilai-nilai sistem yang mapan.
5)      Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi adalah budaya dominan dengan  segenap sistem keyakinan dan perilaku yang mapan
Ø  Anak sebagai Pelajar
Siswa memerlukan bimbingan yang ketat serta pengarahan yang jelas ia menjadi terbelajarkan (tersosialisasikan) secara efektif sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab.
Anak-anak secara moral setara di dalam sebuah dunia kesempatan-kesempatan di dalam dunia objektif yang tak setara; mereka harus memiliki kesempatan setara untuk mengejar sejumlah ganjaran terbatas yang tersedia. Namun keberhasilan musti dikondisikan berdasarkan prestasi kebaikan personal.
Seorang anak pada intinya menentukan nasibnya sendiri; ia memiliki kehendak bebas personal dalam arti yang tradisional.
Ø  Administrasi dan Pengendalian
Wewenang pendidikan musti ditanamkan dalam diri para pendidikan profesional yang matang serta bertanggung jawab yang memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap proses yang telah ditetapkan dalam yang cukup bijksana untuk menghndari perubahan-perubahan yang berlebih-lebihan dalam menanggapi tuntunan masyarakat luas.
Wewenang guru mesti didasarkan pada peran dan status sosial yang dimilikinya.
Ø  Hakikat Kurikulum
a)      Sekolah mesti melakukan pembelajaran politis, melatih siswa untuk menjadi warga negara yang baik.
b)      Sekolah harus memperhatikan pada pengkondisian sosial membantu siswa untuk mencapai pemenuhan nilai-nilai budaya konvensional.
c)      Penekanan harus diletakkan pada keterampilan-keterampilan dasar, pengetahuan praktis dan pelatihan watak.
d)     Mata pelajaran apa saja yang diajarkan harus diarahkan sepenuhnya.
Ø  Metode-metode Pengajaran  dan Penilaian Hasil Belajar
1)      Harus ada penyesuaian praktis antara tatacara-tatacara di ruang kelas yang tradisional dengan progresif, sang guru mesti menggunakan metode apapun yang paling efektif dalam meningkatkan kegiatan belajar namun ia harus lebih cenderung ke arah menyesuaikan tatacara-tatacara tradisonal dengan cara-cara baru seperti misalnya peragaan, studi lapangan, penelitian di laboratorium, dan sejenisnya.
2)      Pendisiplinan jasmani dan mental (lewat baris-berbaris, berhitung di luar kepala, menghafal, dan sebagainya) adalah cara terbaik untuk memapankan kebiasaan yang tepat di tingkat-tingkat pendidikan yang lebih rendah; namun harus dikembangkan ke arah pendekatan-pendekatan yang lebih terbuka dan lebih intelektual (misalnya ceramah dan diskusi terarahI di tahap-tahap pendidikan lanjut; hapalan dan belajar secara otomatis adalah perlu.
3)      Yang terbaik adalah belajar ditentukan dan dirahkan oleh guru. Namun para siswa mesti diijinkan berperan serta dalam aspek-aspek yang kurang penting dalam perencanaan pendidikan.
4)      Sang guru harus dipandang sebagai seorang pakar ‘penyuntik’ pengetahuan serta keterampilan-keterampilan khusus.
Ø  Kendali di Ruang Kelas
Siswa-siswi harus menjadi warga negara yang baik dalam ranah pandangan budaya dominan mengenai kewarganegaraan yang baik dan perilaku yang baik.
Pada guru secara umum harus bersifat non-permisif, tidak membolehkan segala hal dalam tatacara-tatacara memegang kendali di ruang kelas. Namun wewenang guru mesti disisipi dengan penalaran. Pendidikan moral (pelatihan watak) adalah satu dari aspek-aspek penting persekolahan.

Liberalisme Pendidikan
Bagi seorang pendidik liberal, tujuan jangka panjang pendidikan adalah untuk melestarikan dengan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Liberalisme pendidikan ini berbeda-beda dalam intensitasnya, dari yang relatif lunak, yakni secara liberalisme metodis yang diajukan oleh teoretisi seperti Maria Montessori, ke liberalisme direktf (Liberalisme yang bersifat mengarahkan) yang barangkali paling sarat dengan muatan filosofi John Dewey hingga liberalisme nondirektif, atau ‘liberalisme laissez faire’ (liberalisme tanpa pengarahan) yang merupakan sudut pandang A.S Neil atau Carl Rogers.
Beberapa landasan pendidikan Liberal (O’neill, 2002:352-354) yaitu:
1)      Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi pengalaman personal. Pengalaman personal melahirkan pengetahuan personal, dan seluruh pengetahuan personal dengan demikian merupakan keluaran dari pengalamn/perilaku personal sehubung dengan sejumlah kondisi objekti tertentu. (inilah prinsip dasar relatifisme psikologis)
2)      Begitu subjektifitas (yakni sebuah rasa kesadaran personal yang diniatkan, yang semakin berkembang ke arah sebuah sistem diri mekar secara penuh, atau sisebut juga ‘kepribadian’) muncul dari proses-proses perkembangan personal, seluruh tindakan belajar yang punya arti bahwa ia sebagian besar diatur oleh volisonal, dan karenanya merupakan perhatian yang bersifat pilih-pilih atau selektif. (landasan subjektifisme)
3)      Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam pengertian-inderawi yang aktif. (ini adalah landasan berbagai prinsip filosofis yang terkait dengan empirisme, behaviorisme, matrealisme, dan empiresme biologis)
4)      Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis. (prinsip dasar pragmatisme dan instrumentalisme).
5)      Berdasarkan kondisi-kondisi yang dipaparkan di atas, seorang anak dengan potensi rata-rata dapat menjadi efektif secara personal sekaligus bertanggung jawab seecara sosial. Kecerdasan praktis terlatih, yang dipandang sebagai tujuan sosial, dapat menjadi dasar bagi lingkaran sinergisme positif sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, dan karena itu kecerdasan praktis yang telah mengabsahkan adanya sikap optimis sehubungan dengan kemampuan manusia untuk mengatur dirinya sendiri secara cerdas.
Ideologi mendasar liberalisme pendidikan dengan demikian dapat diuraikan sebagai berikut.
·         Tujuan Pendidikan Secara Keseluruhan
Tujuan utama pendidikan adalah untuk mempromosikan perilaku personal yang efektif.
·         Sasaran-sasaran Sekolah
Sekolah ada lantaran dua alasan mendasar:
1)      Menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk belajar secara efektif bagi dirinya sendiri.
2)      Untuk mengajar para siswa bagaimana cara memcahkan masalah praktis lewat penerapan tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara individual maupun kelompok yang didasarkan pada metode-metode ilmiah-rasional.
·         Ciri-ciri Umum Liberalisme Pendidikan
1)      Menganggap bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat untuk digunakan dalam pemecahaan masalah secara praktis, bahwa pengetahuan adalah sebuah jalan ke arah tujuan berupa perilaku efektif dalam menangani situasi sehari-hari.
2)      Menekankan kepribadian unik dalam diri tiap individu, atau ketungalan (singularitas) setiap pribadi sebagai sebuah pribadi.
3)      Menekankan pemikiran efektif (kecerdasan praktis), mengarahkan perhatian utamanya kepada kemampuan setiap individu untuk menyelesaikan  persoalan-persoalan personalnya sendiri secara efektif.
4)      Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektivan personal.
5)      Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada pengetahuan yang diperoleh dari pembuktian eksperimental dan/atau tatacara-tatacara pengembalian keputusan secara demokratis
·         Anak Sebagai Pelajar
Seorang anak pada umumnya cenderung untuk menjadi baik (yakni, untuk menginginkan/melakukan tindakan yang efektif dan tercerahkan) berdasarkan konsekuensi-konsekuensi alamiah dari perilakunya sendiri yang terus berkelanjutan
Perbedaaan-perbedaan individual lebih penting ketimbang persamaan-persamaannya, dan perbedaan-perbedaaan itu bersifat menentukan (determinatif) dalam penetapan program-program pendidikan.
Anak-anak secara moral setara, dan mereka mesti memiliki kesetaraan kesempatan untuk berjuang demi ganjaran-ganjaran sosial pada dasrnya disetarakan (dibagikan merata).
Kedirian (kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan diri yang bersifat sosial itu menjadi dasar bagi seluruh penetuan ‘diri’ selanjutnya: si anak adalah ‘bebas’ hanya di dalam konteks determinisme sosial dan psikologis.
·         Administrasi dan Pengendalian Pendidikan
Wewenang pendidikan harus ditanamkan di tangan para pendidik yang telah memperoleh latihan tingkat tinggi, yang memiliki komitmen terhadap proses penyelidikan kritis dan yang mampu membuat perubahan-perubahan yang diperlukan sehubungan dengan informasi baru yang relevan.
Wewenang guru harus didasarkan terutama pada keterampilan-keterampilan yang dimilikinya dalam bidang pendidikan.
·         Sifat-sifat Hakiki Kurikulum
1)      Sekolah harus menekankan keefektifan personal, melatih anak untuk menyesuaikan diri secara efektif dengan tuntutan-tuntutan situasinya sendiri sebagaimana ia memahami situasi tersebut.
2)      Sekolah mesti menekankan pemecahan masalah secara praktis
3)      Penekanan harus diletakkan pada tatacara-tatacara penyelesaian masalah secara praktis.
4)      Pelajaran harus bersifat ditentukan lebih dulu/wajib sekaligus pilihan, dengan penekanan yang kira-kira seimbang/sama besar.
5)      Penekanan harus diletakkan pada yang bersifat intelektual dan praktis melebihi yang akedemik.
·         Metode-metode Pengajaran dan Penilaian Hasil Penilaian Belajar
Guru harus menyandarkan diri terutama pada tatacara pemecahan masalah secara individual maupun kelompok yang diterapkan pada persoalan-persoalan yang dikenali berdasarkan minat-minat personal para siswa sendiri, penekanan harus diletakkan pada tatacara-tatacara di ruang kelas yang lebih terbuka dan bersifat eksperimental.
Sang guru mesti dipandang sebagai pengorganisir dan penuntun kegiatan-kgiatan dan pengalaman-pengalaman belajar. Ujian yang didasarkan pada peragaan aktif (simulasi) yang bersifat praktis di kelas dalam situasi-situasi yang mirip dengan kehidupan cenderung lebih baik ketimbang ujian biasa lewat kertas dan pensil.
Persaingan antar pribadi serta penjenjangan atau penyusunan peringkat nilai siswa harus diminamilisir dan/atau dilenyapkan sama sekali karena yang seperti itu menyuburkan sikap-sikap buruk dan motivasi diri siswa.
Penekanan mesti diletakkan pada yang bersifat efektif (motivasi), yang membentuk dasar bagi yang kognitif; landasan-landasn inderawi, daya tangkap dan motorik-emosional juga penting artinya bagi kegiatan belajar.
·         Kendali Ruang Kelas
Para siswa harus dianggap bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka sendiri dalam arti seketika, namun haruslah diakui bahwa pertanggungjawaban siswa pada puncaknya tidak dapat dituntut dalam ranah konsep tradisional apapun tentang ‘kehendak bebas’.
Para guru secara umum harus bersifat demokratis dan objektif dalam menentukan tolok ukur tingkah laku; ia harus meminta nasihat/usulan dan persetujuan siswa dalam memapankan aturan-aturan tentang perilaku di dalam kelas.
Lantaran tindakan bermoral pada puncaknya adalah tindakan paling cerdas yang tersedia dalam situasi khusus yang manapun juga, maka pendidikan moral (pelatihan watak) pastilah merupakan keluaran sampingan dari tindakakan guru membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya untuk memecahkan masalah secara efektif.







































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini, dan masa yang akan datang terus berkembang. Aliran-aliran tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan, yang dapat dikategorikan sebagai aliran pendidikan.
Setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau masalah yang dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan atau tindakan sehari-hari.

B. Saran
                 Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam peulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan – kekurangan baik dari bentuk
           maupun isinya.
ü  Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengatahui sejauh mana pembaca  mempelajari tentang Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan (Konservatisme dan Liberalisme)
ü  Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.





FacebookTwitter

1 komentar: